SULSEL  

Masih Banyak Anggota Dewan Belum Kembalikan Randis

Ilustrasi

MAKASSAR, TIMURNEWS – Anggota DPRD Sulsel hingga kini belum mengembalikan kendaraan Dinas ke Pemprov. Padahal, tunjangannya sudah diberikan. Dari 33 jumlah randis yang dipinjam pakaikan, hingga saat ini belum ada satupun randis yang dikembalikan, padahal penyerahan randis ini sudah melampaui tenggat waktu pengembalian.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD telah disahkan. Salah satu aturan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2017 tersebut adalah kenaikan gaji anggota dewan yang mencakup tunjangan transportasi, dimana kenaikan besarannya mencapai dua kali lipat.

Konsekuensi dari kenaikan tunjangan tersebut, anggota DPRD, mulai dari ketua komisi dan ketua-ketua lainnya wajib mengembalikan semua kendaraan dinas (randis) yang merupakan alat kelengkapan dewan, pada tanggal 31 Desember atau sebelum Januari 2018.”Belum ada dikembalikan (Randis). Nanti kita bicara sama pak Sekwan,” kata Sekretaris Provinsi Abdul Latief.

Ia mengatakan, yang menjadi permasalahan dewan menahan randis selama karena Pergub. Setelah Pergub terbit, tunjangan diberikan namun randis belum ditarik. “Pergubnya sudah lama. Untuk pencairan tunjangan dewan, Sekwan lebih tahu detailnya. Kan di rapel sejak September,” tambahnya.

Ia mengatakan setelah ditarik, randis ini akan diserahkan kepada Kepala OPD dan kepala bidang. “Karena banyak OPD baru, ini kan terlalu besar kalau dianggarkan ulang,” ungkap Abdul Latief.

Kepala Badan Pengelolah Keuangan Daerah BPKD Andi Arwin Azis menambahkan, penarikan randis dilakukan karena tunjangan anggota DPRD Sulsel mengalami kenaikan. Berdasarkan hitungan Pemprov, setiap anggota DPRD Sulsel akan menerima tunjangan. Nominalnya, Rp65 juta. Dari jumlah tersebut terdiri tunjangan transportasi sebesar Rp15 juta, tunjangan perumahan Rp 20 juta, tunjangan reses Rp15 juta, tunjangan komunikasi Rp15 juta. “Ini sudah usulan dari tim apresial yang menetapkan besaran tunjangannya itu,” katanya.

Sementara Pakar Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin, Hasrat Arief Saleh menilai, pemberian tunjangan transportasi dengan besaran hingga Rp15,8 juta per bulannya adalah langkah inefisiensi, mengingat pemberian randis sebetulnya jauh lebih efisien. Meski demikian, pada prinsipnya kebijakan tersebut memang terkesan boros.

“Keduanya sebenarnya sama borosnya, tapi kalau ditanya mana yang saat ini realistis, tentu saja randis yang diberikan di awal priode jauh lebih realistis dan tunjangan transportasi dibatalkan dengan cara peninjauan ulang, “cetusnya.

“Hitung saja yah, satu mobil itu misalnya ditaksir Rp 200 jutalah, tapi kalau dikasih setiap bulan Rp15 juta sebagai pengganti mobil, coba hitung, Rp15 juta kali lima tahun atau sama dengan (60) bulan, berarti Rp900 juta, boros sekali hampir lima kali lipat,”lanjutnya.

Menurutnya, kebijakan terkadang lahir karena adanya kepentingan yang saling tarik menarik. Misalnya jika usulan dewan tidak dipenuhi, biasanya anggaran pemerintah yang dijegal dan tidak lagi melihat secara objektif. Padahal semua anggaran tersebut adalah uang rakyat dan seharusnya dipergunakan dengan baik untuk kepentingan rakyat yang lebih prioritas, seperti untuk bantuan sosial, bantuan bibit dan lainnya.

Jika kejadiannya sudah disepakati, yakni memberi tunjangan transportasi kepada para anggota DPRD, tentu saja semua randis harus ditarik dan dikembalikan ke negara, dicatat dan kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan prioritas. Semisal untuk tambahan ambulance atau diberikan pada pejabat pemerintah agar kemudian tidak disalah gunakan. “Konsekuensi kebijakan seperti ini harus seperti itu. Pemerintah harus bisa dengan cermat mensiasati, misalnya melelang mobil untuk kemudian digunakan oleh pemerintah di daerah lain, dijadikan ambulance (misalnya),”ujarnya.

Jika kemudian dewan menolak mengembalikan Randis, ia menuding hal tersebut merupakan perampokan uang rakyat. “Kalau tidak dikembalikan sama saja dewan merampok, aturannya sudah jelas, diberi tunjangan transportasi artinya fasilitas mobil dinas dikembalikan dong, masa sudah diberi tunai minta lagi mobil, wah itu berlebihan,”tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *